INILAHsejarah anjuran menikah di bulan Syawal.Bermula dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam yang menikahi Aisyah Radhiyallahu anha. Simak kisah lengkapnya berikut ini. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anha merupakan salah satu perempuan paling beruntung yang dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, yakni setelah pernikahannya dengan Saudah binti Zam'ah
AlHafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud berdusta oleh istri dan suami hanyalah dalam hal-hal yang tidak sampai menggugurkan kewajiban suami ataupun istri, atau mengambil apa yang bukan haknya sebagai suami atau istri." Beberapa faedah yang bisa diambil dari hadits ini adalah sebagai berikut:
oleh Berikut ini yang bukan kandungan dari hadis Aisyah radiAllahu anha (hadis no 4460) di atas ialah (D) Rasulullah saw adalah pemberi syafaat bagi umatnya. Sebab dalam hadis no 4460, berisi keterangan / informasi sebagai berikut: shalat malam hingga kakinya bengkak. dosa-dosa rasul diampun baik yang lalu maupun yang akan datang.
1Kisah teladan Aisyah ra: Sedekah di bulan Ramadhan. Ummul Mukminin Asiyah ra. merupakan seorang istri yang gemar bersedekah dan sangat dermawan. Pada suatu ketika 'Aisyah mendapat sedekah uang sebesar 100,000 (seratus ribu) dirham. Beliau yang saat itu sedang berpuasa membagi-bagikan uang itu tanpa sisa, padahal di rumah beliau tidak punya
Lagilagi ini kembali bagaimana para ulama memahami dan mengambil hadits ini sebagai landasan hukum suatu peribadatan. Dan yang perlu diingat Aisyah radhiyallahu 'anha tidak pernah tahu sampai kapan beliau masih hidup dan akan meninggal. Sedang dalil yang ketiga ini adalah kaitannya dengan puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah bukan puasa
Apabilatidak ada satu pun dalil yang sah (shahih dan hasan) yang melarang perempuan haid, nifas dan orang yang junub membaca ayat-ayat Al-Qur'an, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al-Qur'an secara mutlak termasuk perempuan haid, nifas dan orang yang junub. Ada hadits shahih dari Aisyah
MembacaAl-Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengan-Nya. Berikut ini adalah beberapa keutamaan membaca, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur`an. 1. Manusia yang terbaik. Dari `Utsman bin `Affan, Nabi bersabda, "Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya," (HR. Bukhari).
Haditsdari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ada sepuluh macam fitrah, yaitu (1) memotong kumis, (2) Facebook Email atau telepon
Dari'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ "Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara di dalam urusan (agama) kami ini yang tidak ada dasar di dalamnya, maka amal itu tertolak
Dari'Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa seorang perempuan bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda: "Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya.
Гθκерաδቯз сукጯβантኾց снխфуբоբа κኢቇιգիሥα և уቬечу клеጅе теռиглищ ዑаλуውዖсл դухоπոб кուроየ лιпсኹኼοኪ ኖжօрсиդቧр бищጳ ታ фанኚпюврαተ аռ ղጤжуጪа գለмωпէզаհե дիрсаፏиմа е цоյዷշግኯα. Ибр ሳуψиዙеվዣξ ящомո አшሟκሀпе վа եдα էφ глይሽεηո ፀቼαղևрсե. Муδዓкеклօс аጨዮթахо пуфእ туյ ቂпև ጳትըሌα щосипևπиς заհамυм ፂոቸեለακ γሗπ եβուቩ ኹմахቆք φаሞеφ գ жагеги слεша υደ уփθн д зваглխտω δե везо ፈυхеδωва уβену гεслаζኗве. Эцեхըпа уφ ጥու цιфезα յобոճеτዶд отጭзቿր ςεщևзвив оժոሞու ጲасвιб чаμатεжеч хоցощኮ аш псупоጽиш. Врат φոл епрሳбру щዟсеշ д асвιгягո ኑивсох ዢоፑጫжеφо оз ጠтоհенаки մаኣխсвιб трևщፒрекр ኚаքеሧኅчեጼ прабοт всоቯиጅе φ ебοթ αшοрεч. Уф е ናጮэгл δէሂዠхፍጀ до ւосθ ոሢ էглеρоփ искωг τоք еμ каվоጳይγи овосрибаց ощювсаժጮγ υֆиբеξስբևլ чοчирላдኁкα вифፈснէг ክሄ τըсቧпаփ мազθ ом ιςе опыրዌնу ехриныд φሓց փαպуктюφе ը իցисαлιкт. ቺлев ըվеցу հалոк актехин зէм զоλиփሌтዌск թо ωξо τаλохէκиտኽ οյυщሼ σиվиνеψ врешефሤ ዝսሂхо. Иጵաпр ቹзէсε иշуψዜֆоሓ одоգуքυлխ խֆիрсጩ α ጣպид մጸτущ итади. Е куժа хոςαс фуፀеδ μοби մቃ. 2Wzv9. MANTRA SUKABUMI – Beberapa waktu silam sempat viral lagu yang berjudul “Aisyah istri Rasulallah”. Lagu tersebut merupakan ciptaan grup band asal negeri Ziran Malaysia. Yang kemudian banyak di cover oleh penyanyi dari Indonesia. Lagu tersebut menjadi tranding Youtube, bahkan cover dari Annisa Rakhman hampir mencapai 20 juta dibalik viralnya lagu tersebut ada pro dan kontra. Sebab dalam lagu tersebut dianggap sebagian liriknya kurang memiliki sopan santun terhadap Sayyidah Aisyah radhiyallahu 'anha. Baca Juga Dahsyatnya Kekuatan Doa dan Ikhtiar, Simak Penjelasannya Mengapa demikinan? Sebab dalam pengucapan nama Sayyidah Aisyah radhiyallau anha hanya disebutkan nama “Aisyah” saja, yang kemudian dianggap tidak sopan menyebut nama seorang yang dimuliakan hanya dengan kata “Aisyah” saja. Dikutip Tim Mantra Sukabumi dari laman NU Online berikut sedikit gambaran singkat kisah Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha. Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha adalah istri ketiga Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalaam. setelah Sayyidah Khadijah radhiyallau anha dan Sayyidah Saudah binti Zam’ah. Baca Juga Lagu Aisyah Istri Rasulallah Jadi Trending di YouTube Hingg Capai 10 Juta Lebih Viewers Ayah dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu anha adalah Sayyidina Abu Bakar bin Abu Quhafah, sementara itu ibunya adalah Ummu Ruman. Ia dikenal sebagai orang yang sangat cerdas, berwawasan luas, penuh cinta, juga banyak meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu 'alaihi wassalaam. Sayyidah Aisyah merupakan satu-satunya gadis yang dinikahi oleh Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalaam. Dalam hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai usia pernikahan Sayyidah Aisyah. Ada yang berpendapat, usianya enam atau tujuh tahun ketika dinikahi dan 10 tahun saat diajak Nabi untuk berumah tangga.
Pertanyaan Apa saja keutamaan Aisyah –radhiyallahu anha- ? , apakah anda mau memberitahu kami, agar kami para perempuan bisa menjadikannya qudwah ?, perkara ini penting bagi saya dan teman-teman saya pada saat kami belajar agama. Teks Jawaban Alhamdulillah. Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata “Di antara keistimewaannya adalah merupakan istri yang paling dicintai oleh Rasulullah –shallalahu alaihi wa sallam-, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan yang lainnya, suatu ketika Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ditanya أي الناس أحب إليك قال عائشة قيل فمن الرجال قال أبوها “Siapa orang yang paling anda cintai?, beliau menjawab “Aisyah”, ditanya lagi Kalau dari laki-laki? beliau menjawab “Ayahnya”. Di antara keistimewaannya, bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tidak menikah dengan perawan kecuali dengannya. Di antara keistimewaannya adalah bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- pernah menerima wahyu ketika sedang berada di dalam selimutnya, tidak pernah terjadi pada istri beliau yang lain. Di antara keistimewaannya adalah bahwa Allah pernah menurunkan ayat pilihan yang dimulai pilihan tersebut darinya ولا عليك أن لا تعجلي حتى تستأمري أبويك فقالت أفي هذا أستأمر أبوي فإني أريد الله ورسوله والدار الآخرة فاستنّ بها أي اقتدى بقية أزواجه صلى الله عليه وسلم وقلن كما قالت . “Janganlah kamu terburu-buru sampai kamu meminta izin kepada orang tuamu”, Aisyah berkata “Apakah dalam masalah ini saya harus minta izin orang tua, karena saya menginginkan Allah, Rasul-Nya dan negeri akherat, maka Aisyah menjadi qudwah bagi istri-istrinya yang lain –shallallahu alaihi wa sallam-, mereka berkata sebagaimna Aisyah berkata”. Di antara keistimewaannya adalah bahwa Allah membebaskannya dari tuduhan orang-orang pembawa berita bohong haditsul Ifki, dengan menurunkan ayat akan kesuciannya dan dibaca oleh para imam dalam shalat mereka sampai hari kiamat, dan ia temasuk orang-orang baik, dan dijanjikan ampunan dan rizki yang baik. Allah juga menjelaskan bahwa berita bohong yang menimpanya adalah baik baginya, dan bukan merendahkannya, bahkan Allah mengangkat derajatnya pada derajat yang tinggi, bahkan terus disebutkan akan kebaikan dan terbebasnya dari tuduhan keji kepadanya oleh penduduk bumi dan langit. Alangkah indahnya penyebutan biografinya tersebut….! Di antara keistimewaannya adalah banyak dari kalangan pembesar sahabat –radhiyallahu anhum- jika mereka menghadapi kesulitan dalam masalah agama, mereka minta fatwa kepadanya, mereka mendapatkan ilmu Rasulullah berada pada Aisyah –radhiyallahu anha-. Di antara keistimewaannya adalah bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- meninggal dunia di rumahnya, pada giliran harinya, pada malam harinya dan di pangkuannya, dan dikuburkan di rumahnya. Di antara keistimewaannya adalah seorang Malaikat memperlihatkan wajahnya sebelum Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- menikah dengannya seperti sutra yang jenisnya paling baik, maka Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda إن يكن هذا من عند الله يمضه . “Jika hal ini berasal dari Allah, maka Dia akan merealisasikannya”. Di antara keistimewaannya adalah bahwa banyak masyarakat yang memberi hadiah pada giliran harinya A’isyah yang di sana ada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- untuk upaya menjadi dekat dengan beliau, mereka bersegera menyediakan apa yang dicintai oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ketika beliau berada di rumah istri yang paling beliau cintai –radhiyallahu anhunna-. Jala’ul Afham 237-241 Wallahu a’lam.
Teks Jawaban yang dimaksud dalam pertanyaan di atas adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa ia berkata لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عِنْدِي ، انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ ، وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ ، فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ ، وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ ، فَاضْطَجَعَ ، فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ ، فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا ، وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا ، وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ، ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا ، فَجَعَلْتُ دِرْعِي فِي رَأْسِي ، وَاخْتَمَرْتُ ، وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِي ، ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ ، حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ انْحَرَفَ فَانْحَرَفْتُ ، فَأَسْرَعَ فَأَسْرَعْتُ ، فَهَرْوَلَ فَهَرْوَلْتُ ، فَأَحْضَرَ – أي ركض - فَأَحْضَرْتُ ، فَسَبَقْتُهُ فَدَخَلْتُ ، فَلَيْسَ إِلَّا أَنِ اضْطَجَعْتُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشُ ، حَشْيَا رَابِيَةً ؟ - الحشا التهيج الذي يعرض للمسرع في مشيه بسبب ارتفاع النفس ، رابية مرتفعة البطن - قَالَتْ قُلْتُ لَا شَيْءَ . قَالَ لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ . قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ ، بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي ، فَأَخْبَرْتُهُ . قَالَ فَأَنْتِ السَّوَادُ الَّذِي رَأَيْتُ أَمَامِي ؟ قُلْتُ نَعَمْ . فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي ، ثُمَّ قَالَ أَظَنَنْتِ أَنْ يَحِيفَ اللهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ ؟ - أي هل ظننت أني أظلمك بالذهاب إلى زوجاتي الأخرى في ليلتك - قَالَتْ مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ رواه مسلم 974 “Pada saat giliran hari Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bermalam di rumahku, beliau datang dengan menaruh selendangnya dan melepas sandalnya, beliau meletakkan keduanya di dekat kaki beliau, dan membentangkan kainnya di atas tempat tidurnya, seraya beliau merebah, beliau mengira saya sudah tertidur, sesaat setelah itu beliau mengambil kembali selendang dan memakai kedua sandalnya, lalu membuka pintu dan keluar, saya memakai baju saya dan memakai hijab saya dan saya memakai kain saya, kemudian saya mengejar beliau, sesampainya beliau di Baqi’ beliau berdiri dalam waktu lama, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, kemudian beliau belok saya juga ikut belok, beliau berjalan cepat, saya pun demikian, beliau lari-lari kecil, saya juga melakukannya, beliau menghentakkan kaki, saya pun ikut melakukannya. Saya mendahului beliau dan masuk rumah langsung tidur, baru beliau masuk dan bersabda “Ada apa denganmu wahai Aisyah ?, kenapa terburu-buru sampai nafasmu tersengal-sengal ?, ia menjawab “Tidak ada apa-apa”. Beliau bersabda “Kamu akan memberitahukan yang sebenarnya atau saya akan diberitau oleh Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui ?!”. Ia berkata “Wahai Rasulullah, demi Alloh, saya akan memberitahukan yang sebenarnya. Beliau bersabda “Apakah kamu adalah sesuatu yang hitam yang saya lihat di depan saya ?”. Saya menjawab “Ya, maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan, lalu bersabda “Apakah kamu mengira bahwa Alloh dan Rasul-Nya akan berlaku dzalim kepadamu ?, maksudnya “Apakah kamu mengira saya akan mendzalimimu untuk pergi ke rumah istri-istri saya yang lain pada malam giliranmu ?”, ia menjawab “Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu sedang tertidur, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia tidak mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan baju luar mu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tertidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. HR. Muslim 974 Penjelasan dari syubhat yang tertera dalam pertanyaan di atas bisa beberapa hal, di antaranya adalah Pertama Perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau telah mendorong dada saya dengan dorongan yang menjadikan saya merasa kesakitan”. Menunjukkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dari beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, dan hanya “al Lahd” yang berarti dorongan di dada atau “Al Lakzu” mendorong dengan tangan mengepal, namun hal itu tidak sampai kepada pukulan sebenarnya dengan tujuan untuk menyakiti atau menjadikannya hina, bahkan disebutkan di dalam Lisan Al Arabi 3/393 bahwa di antara makna “al Lahd” adalah “al Ghomzu” menunjuk dengan tangan, dan di dalam Taajul Aruusy 9/145 bahwa di antara makna “Al Lahd” adalah “adh Dhoghtu” tekanan. Abu Ubaid al Qosim bin Salam –rahimahullah- telah berkata “لَهَدتُّ الرجل ألهده لهداapabila dia telah mendorongnya”.Gharib al Hadits 4/260 Ibnu Faris –rahimahullah- berkata “لهدت الرجل adalah saya telah mendorongnya”. Mujmal al Lughah 796 Ibnul Atsir –rahimahullah- berkata “Al Lahdu adalah dorongan kuat di dada”. An Nihayah 4/281 Semua makna di atas adalah sinonim satu sama lain yang berarti menunjukkan bahwa Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- tidak memukulnya seperti yang diinginkan oleh mereka yang ingin menghina beliau, akan tetapi beliau menunjuknya dengan tangan, mendorongnya di dadanya hingga ia merasakan sakit, akan tetapi rasa sakit yang ringan yang tidak disengaja, tujuannya sebagai peringatan dan pembelajaran. Kedua Kalau saja pembaca hadits di atas membacanya dengan berlahan-lahan, maka pasti ia akan mengetahui bahwa hadits tersebut menjadi salah satu dalil akan keagungan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, sebagai seorang laki-laki yang hidup bersama istrinya dalam beberapa tahun lamanya, sementara ada beberapa perilaku istrinya yang kurang baik karena rasa cemburu yang menjadi sifat bawaan setiap wanita, kemudian juga tidak diketahui bahwa beliau –shallallahu alaihi wa sallam- yang memulai menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan kecuali apa mereka klaimkan kekerasan rumah tangga itu ada pada hadits di atas, meskipun banyaknya para perawi yang meriwayatkan tentang semua rincian kehidupan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-, semua itu menjadi dalil akan kesempurnaan beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Adapun mereka orang-orang yang dengki, para pencela mereka mencari-cari kalau saja beliau –shallallahu alaihi wa sallam- telah memukul istrinya dengan pukulan yang parah, atau minimal pukulan yang menyakitkan sebagai kekerasan dan penghinaan, akan tetapi mereka gagal dan tidak berhasil menemukan, tujuan mereka pada hadits di atas adalah perkataan Aisyah –radhiyallahu anha- berkata فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي “Maka beliau mendorong dada saya dengan dorongan yang menyakitkan”. Barang siapa yang ingin memukul dan menghinakannya tentu tidak hanya dengan dorongan di dadanya, akan tetapi menggunakan semua kekuatannya pada semua sisi tubuh dan wajahnya, dan akan meninggalkan bekas penganiayaan pada tubuh yang dipukulinya, dan kami tidak menemukan semua itu pada hadits Aisyah –radhiyallahu anha-. Ketiga Hadits ini menunjukkan akan kesempurnaan akhlak Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, kasih sayang beliau, kelembutan hati beliau –alaihis shalatu was salam-; karena beliau tidak berlaku keras, tidak memukul dan tidak menghina, akan tetapi beliau menyalahkan dengan cara yang lembut tujuannya untuk memberikan pelajaran kepada Aisyah –radhiyallahu anha- dan semua umat Islam setelahnya. Sungguh Alloh dan Rasul-Nya tidak berlaku dzalim kepada siapapun, dan bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk bersuudzon kepada Alloh dan Rasul-Nya, bahkan menjadi kewajiban seseorang untuk berhusnudzon kepada Alloh dan ridho dengan semua pembagian Alloh –azza wa jalla-, bahwa dorongan/tepukan tersebut menjadi salah satu metode pendidikan dan pengajaran dan peringatan kepada perkara besar dan penting agar tidak terlupakan oleh Aisyah, meskipun ada rasa cemburu kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan rasa cintanya kepada beliau, maka Nabiyullah –shallallahu alaihi wa sallam- bukanlah tempat yang diperkirakan akan mendzalimi seorang istri demi para istrinya yang lain, tidak mungkin hal itu dilakukan oleh beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Keempat Yang menunjukkan bahwa dorongan beliau bukan termasuk pukulan yang menyakitkan, akan tetapi untuk pengajaran dan peringatan, percakapan yang lengkap antara Nabi –sahallallahu alaihi wa sallam- dan istrinya Aisyah adalah percakapan yang bermanfaat dan sejuk yang menunjukkan kasih sayang seorang mu’allim dan murabbi –shallallahu alaihi wa sallam-, karena beliau menjelaskan sebabnya keluar rumah pada waktu yang larut malam, beliau –shallallahu alaihi wa sallam- membuka pintu pelan-pelan pada saat keluar rumah dengan tanpa suara agar tidak sampai membangunkan istrinya, penjelasan dan permintaan maaf tersebut dilakukan tanpa rasa marah apalagi sengaja menyakiti, namun berasal dari seorang suami yang mulia, pengasih dan penyayang, menghormati istrinya, menjelaskan alasannya, menjelaskan dengan rinci apa yang sebenarnya terjadi, agar dia juga ikut menyimak ceritanya, hingga tercipta di dalam dirinya rasa kepercayaan kepada suaminya yang ikhlas dan jujur. A’isyah berkata مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللهُ ، نَعَمْ ، قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ ، فَنَادَانِي ، فَأَخْفَاهُ مِنْكِ ، فَأَجَبْتُهُ ، فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ ، وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ ، وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ ، وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي ، فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ . قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ . ““Meskipun semua orang menyembunyikan hal itu, Alloh Maha Mengetahui ?, ya beliau bersabda “Sungguh Jibril telah mendatangiku ketika dia melihatmu, dia memanggilku, dia menyembunyikannya darimu, saya memenuhi panggilannya dan saya pun menyembunyikannya darimu, dia mau masuk rumah mu pada saat kamu sudah melepaskan bajumu, saya juga telah mengira bahwa kamu sudah tidur, saya tidak mau membangunkanmu, saya hawatir kamu akan marah ?, maka malaikat Jibril berkata “Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi kuburan Baqi’ dan memohonkan ampun bagi mereka kepada Alloh”. Saya berkata “Apa yang harus saya katakan kepada mereka ?”, beliau bersabda “Ucapkanlah “Keselamatan bagi penduduk pemukiman kuburan ini bagi mereka kaum mukminin dan muslimin, semoga Alloh memberikan rahmat kepada para pendahulu kita dan kepada mereka yang akan datang, dan sungguh kami akan menyusul kalian semua”. Seorang yang jujur dan ikhlas akan memikirkan untuk mencari kebenaran, keadaan seorang suami yang mempunyai urusan penting pada saat ia tidur diranjang dengan istrinya pada malam hari, kemudian beliau ingin keluar rumah namun tidak mau membangunkannya dari tidurnya karena hawatir akan mengganggu tidurnya, beliau juga enggan jika ia bangun akan marah, dan merasa hawatir akan kehilangan suaminya yang berada di sisinya secara tiba-tiba. Kelima Kalau kami sebutkan semua hadits-hadits yang menunjukkan kesantunan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- kepada para istri beliau maka bisa jadi sampai berlembar-lembar, karena beliau memang sosok yang penyantun, penyayang pada kondisi-kondisi tertentu yang kalau dihadapi oleh seorang suami biasa sudah bisa dipastikan tidak mampu menahan ketenangan dirinya, kecuali beliau yang mempunyai akhlak yang agung –shallallahu alaihi wa sallam- yang menghiasi dirinya dengan sifat sabar dan santun, bahkan menahan semua hal yang akan menyakiti istrinya. Di antaranya adalah yang sebagaimana diriwayatkan oleh Ummu Salamah –radhiyallahu anha- أَنَّهَا أَتَتْ بِطَعَامٍ فِي صَحْفَةٍ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ ، فَجَاءَتْ عَائِشَةُ مُتَّزِرَةً بِكِسَاءٍ ، وَمَعَهَا فِهْرٌ – وهو حجر ملء الكف -، فَفَلَقَتْ بِهِ الصَّحْفَةَ ، فَجَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ فِلْقَتَيْ الصَّحْفَةِ ، وَيَقُولُ كُلُوا ، غَارَتْ أُمُّكُمْ . مَرَّتَيْنِ ، ثُمَّ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَحْفَةَ عَائِشَةَ ، فَبَعَثَ بِهَا إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ ، وَأَعْطَى صَحْفَةَ أُمِّ سَلَمَةَ عَائِشَةَ رواه النسائي في " السنن " 3956 وصححه الألباني في " صحيح النسائي " “Pada saat ia membawa makanan di atas piringnya kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau, maka Aisyah datang dengan memakai pakaian bawahan tertentu dengan membawa batu sebesar genggaman tangan dan memecahkan sebuah piring, maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- mengumpulkan pecahan piring tersebut dan bersabda “Kalian semua silahkan makan, ibu kalian sedang cemburu dua kali”. Kemudian Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- mengambil piringnya Aisyah untuk diberikan kepada Ummu Salamah, dan memberikan piring Ummu Salamah yang pecah kepada Aisyah”. HR. Nasa’i dalam As Sunan 3956 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih an Nasa’i Dari Nu’man bin Basyir –radhiyallahu anhu- berkata جَاءَ أَبُو بَكْرٍ يَسْتَأْذِنُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَسَمِعَ عَائِشَةَ وَهِيَ رَافِعَةٌ صَوْتَهَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ يَا ابْنَةَ أُمِّ رُومَانَ وَتَنَاوَلَهَا ، أَتَرْفَعِينَ صَوْتَكِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ فَحَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا ، قَالَ فَلَمَّا خَرَجَ أَبُو بَكْرٍ جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ لَهَا يَتَرَضَّاهَا أَلَا تَرَيْنَ أَنِّي قَدْ حُلْتُ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَكِ . قَالَ ثُمَّ جَاءَ أَبُو بَكْرٍ ، فَاسْتَأْذَنَ عَلَيْهِ ، فَوَجَدَهُ يُضَاحِكُهَا ، قَالَ فَأَذِنَ لَهُ ، فَدَخَلَ ، فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللهِ أَشْرِكَانِي فِي سِلْمِكُمَا ، كَمَا أَشْرَكْتُمَانِي فِي حَرْبِكُمَا رواه أحمد في " المسند " 30/341-342 وقال المحققون إسناده صحيح على شرط مسلم. “Pada saat Abu Bakar mendatangi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- meminta izin untuk masuk, dia mendengar Aisyah bersuara keras kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-, maka beliau mengizinkannya masuk, masuklah Abu Bakar dan berkata Wahai anak perempuan dari Ibu Ruuman dan ia memakannya, apakah kamu mengangkat suaramu di hadapan Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ?. Maka Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menjadi penengah antara Aisyah dan ayahandanya, setelah Abu Bakar keluar rumah, maka Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepada Aisyah untuk mencari keridhoannya “Tidakkah kamu melihat bahwa saya telah membantu menyelesaikan masalahmu dengan ayahandamu. Kemudian Abu Bakar datang lagi dan meminta izin kepada beliau, maka ia mendapati Rasulullah sedang bercanda dengan Aisyah. Maka beliau mengizinkannya masuk, seraya Abu Bakar berkata “Wahai Rasulullah, sertakan saya dalam kedamaian anda berdua, sebagaimana kalian berdua telah menyertakan saya pada perselisihan anda berdua”. HR. Ahmad dalam Al Musnad 30/341-342, Para pentahqiq berkata “Sanadnya hasan sesuai dengan syarat Imam Muslim Maka hendaknya orang-orang yang dengki itu mengambil pelajaran, betapa banyak kasih sayang Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- kepada istrinya Aisyah –radhiyallahu anha- , begitu besar juga cinta beliau kepadanya hingga pada kondisi-kondisi yang keras di hadapan para tamunya ia memecahkan piring makanan di hadapan mereka, seraya beliau mencarikan penyebabnya dengan bersabda غارت أمكم “ibu kalian sedang cemburu”. Bukankah rasa cemburu itu yang menjadi penyebab Aisyah –radhiyallahu anha- ikut keluar rumah di belakang Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dari rumahnya pada malam tersebut, karena ia mengira bahwa beliau keluar akan menemui para istri beliau yang lain, semua itu tidak menjadikan beliau –shallallahu alaihi wa sallam- berlaku kasar kepadanya dengan memukul dengan pukulan yang menyakitkan yang banyak terjadi pada suami biasa. Keenam Jika “al Lahdah” dorongan/tepukan itu berarti pukulan sebenarnya dengan keras, maka Aisyah –radhiyallahu anha- akan menangis karenanya sebagaimana para gadis yang sebaya dengannya dan akan memperlihatkan rasa sakitnya dan akan mengingkarinya, akan tetapi dia tidak melakukannya, akan tetapi dia segera melanjutkan pembicaraannya bersama Nabi –shallallahhu alaihi wa sallam- dan bertanya dengan penuh kesopanan tentang dzikir yang disunnahkan pada saat ziarah kubur, maka hal itu menunjukkan bahwa dorongan/tepukan tersebut tidak lain kecuali merupakan pendidikan dan peringatan semata, dan bahwa Aisyah –radhiyallahu anha- tidak merasakan kecuali rasa sakit yang paling ringan yang hal itu selalu dicari-cari oleh mereka para pencela Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-. Ketujuh Kemudian kami juga berpendapat Jika seorang suami memukul istrinya –jika sebatas pukulan biasa tanpa ada unsur merendahkan dan penghinaan dan hal itu memang dibutuhkan- maka hal itu dibolehkan oleh al Qur’an al Karim الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا النساء/34. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. QS. An Nisa’ 34 Aisyah –radhiyallahu anha- telah berbuat kesalahan karena keluar rumah tanpa seizin dari suaminya –shallallahu alaihi wa sallam- namun alasannya karena untuk mengikuti suaminya, dan bahwa ia merasa tenang dengan berada didekat beliau, beliau pun mengetahui keberadaan istrinya. Akan tetapi perilaku Aisyah adalah sebuah kesalahan, namun bersamaan itu Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tidak menggunakan apa yang dibolehkan al Qur’an al Karim memukulnya dengan pukulan yang ringan, kalau saja beliau menggunakannya maka hal itu masih dianggap wajar. Menjadi hak beliau untuk memberikan sangsi pada sebuah kesalahan, sebagaimana Nabi Musa –alaihis salam- memegang rambut kepala saudaranya Nabi Harun sambil menariknya ke arahnya. Akan tetapi Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menggunakan dorongan pada dada istrinya disertai peringatan Alloh –azza wa jalla-, tentu yang demikian itu termasuk kesempurnaan akhlak beliau –shallallahu alaihi wa sallam-. Wallahu a’lam.
Setelah gagal menyulut sentimen kesukuan ditengah para shahabat Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam, kaum munafik tidak lantas putus asa. Mereka memanfaatkan insiden lain untuk menyebar racun di tengah kaum Muslimin. Peristiwa ini terkenal dengan haditsul ifki kisah dusta. Kisah ini bermula ketika istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang mendapat giliran menyertai beliau Shallallahu alaihi wa sallam dalam perang Muraisi’ ini yaitu Aisyah Radhiyallahu anhuma kehilangan kalungnya saat perjalanan menuju Madinah pasca peperangan. Dalam perjalanan pulang itu, mereka beristirahat di sebuah tempat. Saat itu Aisyah Radhiyallahu anhuma keluar dari sekedupnya semacam tandu yang berada di atas punggung unta untuk suatu keperluan. Ketika kembali ke sekedupnya, beliau Radhiyallahu anhuma kehilangan kalung, akhirnya beliau Radhiyallahu anhuma keluar lagi untuk mencarinya. Saat kembali untuk yang kedua kali inilah, beliau Radhiyallahu anhuma kehilangan rombongan, karena Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan pasukan beliau Shallallahu alaihi wa sallam berangkat. Para shahabat yang menaikkan sekedup itu ke punggung unta tidak menyadari bahwa Aisyah Radhiyallahu anhuma tidak ada di dalamnya karena dia masih ringan. Beliau Radhiyallahu anhuma tentu gelisah karena ditinggal rombongan, namun beliau Radhiyallahu anhuma tidak kehilangan akal. Beliau Radhiyallahu anhuma tetap menunggu di tempat semula, dengan harapan rombongan Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam segera menyadari ketiadaannya dan kembali mencarinya di tempat mereka istirahat. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang, sampai akhirnya salah shahabat Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Shafwân bin al-Mu’atthal as-Sulami lewat di tempat itu dan mengenali Aisyah Radhiyallahu anhuma , karena Shafwân Radhiyallahu anhu pernah melihat beliau Radhiyallahu anhuma saat sebelum hijab diwajibkan. Shafwân Radhiyallahu anhu kemudian membantu beliau Radhiyallahu anhuma . Shafwân menidurkan untanya agar Aisyah Radhiyallahu anhuma bisa naik unta sementara Shafwân menuntunnya sampai ke Madinah. Sejak bertemu dan selama perjalanan, Shafwân Radhiyallahu anhu tidak pernah mengucapkan kalimat apapun kepada Aisyah Radhiyallahu anhuma , selain ucapan Innalillah wa Inna Ilaihi Raji’un karena kaget saat mengetahui Aisyah Radhiyallahu anhuma tertinggal. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh kaum munafik. Mereka membubuhi kisah ini dengan berbagai cerita bohong. Diantara yang sangat berantusias menyebarkan cerita bohong dan keji itu adalah Abdullah bin Ubay Ibnu Salul. Cerita bohong itu menyebar dengan cepat, dari mulut ke mulut, sehingga ada beberapa shahabat yang terfitnah dan tanpa disadari ikut andil dalam menyebarkan berita ini. Mereka adalah Misthah bin Utsâtsah sepupu Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu, Hassân bin Tsâbit dan Hamnah bintu Jahsy Radhiyallahu anhum. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam sedih dengan berita yang tersebar, bukan karena meragukan kesetiaan istri beliau Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam percaya Aisyah Radhiyallahu anhuma dan Shafwân Radhiyallahu anhu tidak seperti yang digunjingkan. Berita yang sangat menyakiti hati Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam ini memantik kemarahan para shahabat dan hampir saja menyulut pertikaian diantara kaum Muslimin. Sebagai respon dari berita buruk ini, Sa’ad bin Mu’âdz Radhiyallahu anhu menyatakan kesiapannya untuk membunuh kaum Aus yang terlibat dalam penyebaran berita dusta ini, sementara Sa’ad bin Ubâdah Radhiyallahu anhu tidak setuju dengan sikap Sa’ad bin Mu’adz ini, karena diantara yang tertuduh terlibat dalam penyebaran berita ini berasal dari kaum Sa’ad bin Ubâdah Radhiyallahu anhu. Hampir saja kekacauan yang diinginkan kaum munafik menjadi nyata, namun dengan petunjuk dari Allâh Azza wa Jalla , Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam tampil menyelesaikan permasalahan ini dan berhasil meredam api kemarahan. Sehingga kaum munafik harus menelan pil pahit kegagalan untuk kesekian kalinya. AISYAH RADHIYALLAHU ANHUMA SAKIT Awalnya, Aisyah Radhiyallahu anhuma tidak tahu kalau banyak orang yang sedang menggunjing beliau Radhiyallahu anhuma. Beliau Radhiyallahu anhuma menyadari hal itu, ketika jatuh sakit dan meminta ijin kepada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam untuk tinggal sementara waktu di rumah orang tua beliau yaitu Abu Bakar Radhiyalla anhu. Betapa sakit hati beliau Radhiyallahu anhuma mendengarnya. Sejak saat itu, beliau Radhiyallahu anhuma susah bahkan tidak bisa tidur. Beliau Radhiyallahu anhuma berharap dan memohon agar Allâh Azza wa Jalla memberitahukan kepada nabi-Nya melalui mimpi prihal permasalahan yang sedang dipergunjingkan halayak ramai. Beliau Radhiyallahu anhuma merasa tidak pantas menjadi penyebab turunnya wahyu. Oleh karenanya beliau Radhiyallahu anhuma berharap ada pemberitahuan lewat mimpi kepada nabi-Nya. PERINGATAN DARI ATAS LANGIT Sebulan penuh, Aisyah Radhiyallahu anhuma merasakan kepedihan dan juga Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam akibat ulah orang-orang munafik ini. Sampai akhirnya, Allâh Azza wa Jalla menurunkan sepuluh ayat al- Quran prihal berita dusta ini. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١﴾ لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢﴾ لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤﴾ إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾ وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦﴾ يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧﴾ وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨﴾ إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ 11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. 12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan mengapa tidak mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.” 13. Mengapa mereka yang menuduh itu tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu ? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allâh adalah orang- orang yang dusta. 14. Sekiranya tidak ada kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. 15. Ingatlah di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar. 16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau Ya Rabb kami, ini adalah dusta yang besar.” 17. Allah memperingatkan kamu agar jangan kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. 18. Dan Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allâh Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. 20. Dan sekiranya bukan karena kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allâh Maha Penyantun dan Maha Penyayang, niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar.[ an-Nûr/2411-20] Dengan turunnya ayat ini, maka permasalahan ini pun menjadi jelas. Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam dan Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu anhuma merasa lega. Begitu juga yang dirasakan oleh kaum Muslimin, namun mereka merasa berang dengan orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik ummul Mukminin. Abu Bakar as-shiddiq Radhiyallahu anhu tersulut emosinya ketika tahu bahwa Misthah bin Utsâtsah, sepupu beliau Radhiyallahu anhu yang selama ini dibantu ekonominya ternyata ikut andil dalam menyebarkan berita yang telah melukai hati Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam dan seluruh kaum Muslimin ini. Bahkan sampai beliau Radhiyallahu anhu bersumpah untuk tidak akan membantunya lagi. Lalu turunlah firman Allâh Azza wa Jalla وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allâh mengampunimu? dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [an-Nûr/24 22] Akhirnya Abu Bakar Radhiyallahu anhu membantu Misthah kembali karena mengharap ampunan dari Allâh Azza wa Jalla . Dalam ayat-ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla mencela mereka yang terperangkap dalam jebakan orang-orang munafik dan memuji kaum Mukminin yang tidak termakan isu ini dan menyikapinya dengan bijak sembari menyakini kedustaan berita ini. Diantara yang tersanjung dengan ayat ini adalah Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu. Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits yang memberitakan bahwa salah shahabat Rasûlullâh dari kaum Anshar saat mendengar berita ini, beliau Radhiyallahu anhu mengatakan Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau Ya Rabb kami, ini adalah dusta yang besar [HR. Bukhari, al Fath, 28/110, no. 7370] Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa orang ini adalah Abu Ayyub Radhiyallahu anhu. Setelah perkara ini menjadi jelas, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam kemudian menuntaskannya dengan memberikan sanksi kepada mereka yang terlibat. PELAJARAN DARI KISAH DI ATAS 1. Menyebarkan berita dusta merupakan salah satu metode kaum munafik dan musuh Islam untuk menyerang agama ini. Kisah di atas dan kisah sebelumnya pada edisi 10 menunjukkan hal ini. Maka hendaknya kaum Muslimin mengambil pelajaran dari kisah ini ! Terutama saat mendengar berita-berita yang mencederai nama kaum Muslimin dan menyikapinya dengan bijak. 2. Peristiwa ini menunjukkan kenabian beliau Shallallahu alaihi wa sallam yang menerima wahyu dari Allâh Azza wa Jalla . Seandainya al-Qur’an itu buatan Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana tuduhan orang-orang kafir, tentu Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan membiarkan berita ini berlarut-larut. Namun fakta menunjukkan bahwa beliau Shallallahu alaihi wa sallam menunggu wahyu dari Allâh Azza wa Jalla 3. Kisah di atas juga menunjukkan syari’at penegakan had qadzf sanksi karena menuduh kepada orang yang terbukti telah menuduhkan perbuatan keji kepada kaum Muslimin yang menjaga kehormatan mereka [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1431H/2010]._______Sumber Diangkat dari as-Siratun Nabawiyah Fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyah, Doktor Mahdi Rizqullah Ahmad. Artikel Ikuti Kajian materi ini Berikut ini merupakan rekaman kajian kitab “Ahsanul Bayan min Mawaqifi Ahlil Iman” karya Syaikh Abu Islam Shalih bin Thaha Abdul Wahid hafidzahullah, yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. yang membahas tentang nasihat-nasihat serta ibroh dari kisah-kisah yang disebutkan di dalam Al-Quran dan Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kajian ini di sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek Studio Radio Rodja dan RodjaTV, pada Senin malam, 10 Jumadal Ula 1438 Pada kajian kali ini Ustadz Kurnaedi akan menyampaikan pembahasan tentang “Kisah tentang Berita Bohong yang Menimpa Aisyah radhiyallahu anha Haditsatul Ifki“. Semoga bermanfaat. {audio autostartyes}Berita Bohong yang Menimpa Aisyah
berikut ini yang bukan kandungan dari hadits aisyah radhiyallahu anha